Mengimani Yang Ghaib Sesuai Syari`at

Mengimani Yang Ghaib Sesuai Syari`at
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiw3-chE-2Xat4jztN0YZVvRTtB8Y5gjTyx384iniA6afwiTxKlfJOgJEFoTXZgf32n8j_AtxUCSp-T5AnwOqo7el4gHlRPEgL0OIDi7fhv5Agb7jxfd77XGpP5u35BGiavSP9c3LgYmdJ-/s72-c/ensiklopedia.jpg
Mengimani Yang Ghaib Sesuai Syari`at
Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Q. S. Al Baqarah : 1-5).

Penggalan ayat di atas tadi menjadi pembukaan kajian oleh Ust. Aris. Beliau menyatakan bahwa ayat inilah dasar utama yang meyakinkan kepada kita akan pentingnya keimanan pada hal yang ghaib. Hal ini juga dipertegas dengan ungkapan sesungguhnya peringatan akan hal yang ghaib menjadikan iman kita semakin kokoh dan tidak menjadikan kita salah kaprah memahami hal yang ghaib. Hal-hal ghaib perlu dipahami dengan benar agar tidak sampai keluar dari koridor sesuai syar’i.

Penjelasan lebih lanjut akan penggalan awal Surat Al Baqarah, penggalan tersebut pada intinya bermakna bahwa Al Qur’an yang sempurna dan tiada cacat di dalamnya mencantumkan iman kepada ghaib sebagai salah satu tanda orang yang beriman dan bertakwa. Bahkan, keimanan ini adalah hal pertama yang harus diimani sebelum yang lain dan merupakan hal pokok. Bila tidak mengimani hal yang ghaib, maka keimanan seseorang akan disangsikan. Mempercayai adanya Allah adalah satu bagian utama juga dari keimanan kepada hal yang ghaib, sehingga hal ini menjadi penting. Begitu pula halnya dengan hal ghaib lainnya, seperti setan, malaikat, iblis, surga, neraka, dan lain sebagainya.

Dalam mengimani hal yang ghaib, perlu diketahui terlebih dahulu makna yang benar dari beberapa istilah yang berhubungan dengan hal ghaib. Pengertian yang benar akan istilah-istilah yang ghaib harus dilandaskan sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Iman kepada perkara yang ghaib wajib hukumnya karena ia adalah bagian dari rukun iman. Sungguh amat disayangkan, betapa banyak orang yang keliru dalam memaknainya.

Menurut Imam Qotadah dan Abul Aliyah, ghaib adalah Allah, Para malaikat, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya, hari akhir, surga, neraka, pertemuan dengan Allah, hidup setelah kematian. Itu semua adalah ghaib, hal yang tidak dapat kita ketahui. Sedangkan yang lain mengatakan takdir juga termasuk hal ghaib. Mempercayai hal yang ghaib bukanlah hal yang berkaitan dengan syirik karena pendapat semacam ini tidak berdasar.
Jin
Jin adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan mempunyai fungsi yang sama dengan manusia sebagaimana Q. S. Adz Dzariyat : 56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Dengan demikian tidak semua jin itu kafir, suka berbuat onar, munafik, dan hal negatif lainnya. Terdapat juga jin yang muslim, hal ini dipertegas juga dalam Q. S. Al Jin : 11, “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shaleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” Sehingga dapat dipahami juga beberapa kejadian kesurupan yang menyebutkan jin yang masuk adalah jin muslim, jin kafir, dan lainnya.

Jin secara harfiyah berarti sesuatu yang tersembunyi. Allah SWT dalam Al-Qur`an telah menjelaskan bahwa jin adalah salah satu makhluk ciptaan Allah. Jin diciptakan dari nyala api sebagaimana disebutkan, “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Q.S. 55 : 15).

Ada beberapa kemungkinan bila ada orang yang mengaku dapat melihat jin. Bisa jadi orang tersebut berbohong, memang kesurupan jin , atau memang punya ilmu yang memasukkan jin ke dalam dirinya, sehingga dapat melihat jin sebangsanya. Menurut Imam Syafi’i, apabila ada orang yang mengaku dapat melihat jin dalam bentuk aslinya, maka persyahadatannya tertolak karena sebenarnya hal ini termasuk kebohongan. Kalau diistilahkan dengan penampakan, maka hal ini dapat dimaklumi karena jin diberikan karunia oleh Allah untuk dapat menyerupai apa saja dengan izin Allah dan tidak lama (hanya sebentar).

Apabila melihat penampakan, maka sebaiknya jangan lari dan langsung saja mengucapkan basmalah. Apabila penampakan itu masih ada, coba lempar sesuatu ke arahnya dan pastikan apakah ia benar ghaib atau makhluk nyata. Jin juga sebenarnya bisa ditangkap tanpa perlu ilmu macam apa pun.

Sebagaimana halnya kisah Abu Hurairah RA saat dirinya menjabat sebagai penjaga rumah zakat dalam suatu hadits panjang riwayat Bukhari. Dalam hadits tersebut, diceritakan Abu Hurairah RA menangkap seorang kakek pencuri. Setelah mengakui kesalahannya dan memohon ampun karena keterdesakan kebutuhan keluarganya, maka ia dilepaskan lagi, tetapi keesokan harinya ia mencuri lagi, ditangkap lagi. Sampai ketiga kalinya tertangkap, akhirnya ia ditangkap, sebelum dilepaskan ia mengajarkan cara menangkal syaitan yaitu ayat kursi, ”Kalau engkau baca ayat itu, maka engkau akan terhindar dari gangguanku”. Setelah itu ia pergi kepada Rasulullah dan menceritakannya dan Rasulullah membenarkannya khusus untuk membaca ayat itu, sedangkan untuk yang lain-lainnya adalah kebohongan. Abu Hurairah tidak tahu bahwa yang mengajarkan itu adalah setan. Ia mengetahui bahwa kakek itu adalah setan setelah diberitahu oleh Rasulullah SAW.

Dari hadits tersebut ini, dapat diperoleh pemahaman bahwa jin juga dapat dipegang dan ditangkap. Disebutkan juga ada kisah lain dari sahabat Nabi yang baru saja pulang dari perang, beliau menemukan ular di dalam rumahnya. Tanpa pikir panjang, ular tersebut langsung dibunuh olehnya. Hanya saja ternyata ular itu masih hidup dan melarikan diri. Sahabat itu pun mengejar ular tersebut, hingga akhirnya mereka keduanya mati. Ularnya terbunuh dan juga sahabat mati terpatuk oleh ular itu. Hingga akhirnya kisah itu sampai kepada Rasul. Rasul pun berkata bahwa jin dapat menyerupai dalam bentuk ular. Apabila ia di dalam rumah, maka usirlah terlebih dahulu. Bila tidak keluar dari rumah, maka tunggu sampai 3 hari. Apabila tidak keluar dalam rentang waktu tersebut, maka ular itu adalah makhluk nyata.

Dalam Al Qur’an juga dijelaskan, Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q. S. 7 : 27). Maka, orang yang dapat melihat jin itu ada kemungkinan dimasuki jin, berbohong, atau berilmu yang dipelajari sehingga jin ikut serta.

Hadits “Sesungguhnya setan itu berjalan dalam tubuh manusia lewat aliran darah” (H. R. Bukhari dan Muslim) sinkron dengan suatu hadits yang mengatakan bahwa makanan halal akan membentuk pribadi kita. Sebaliknya juga dengan makanan yang haram. Sehingga, dalam doa sebelum makan, terdapat permohonan agar rezeki yang masuk dalam tubuh itu berkah dan menjadikan kita tetap dalam ketaatan. Memakan makanan haram akan menjadikan dalam aliran darah hal yang tidak baik bersama setan dan enggan melakukan ketaatan, kalau pun dapat melakukannya, hal itu adalah kepura-puraan semata.

Iblis
Setan, iblis, jin adalah satu sebenarnya, sehingga tidak ada istilah tersendiri. Dalam Q. S. Al Kahfi : 50, “Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam, Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” Berdasar ayat ini, ditafsirkan beberapa pendapat bahwa iblis adalah segolongan malaikat yang tidak sujud atau memang jin yang tidak sujud itu disebut Allah semuanya adalah iblis. Namun, satu hal yang pasti bahwa iblis bukanlah makhluk sendiri, melainkan bagian dari golongan makhluk jin.
Berhubungan dengan jumlah iblis, iblis itu hanya ada satu dan dia adalah pemimpin dari para setan. Hal ini secara jelas telah diungkap oleh Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 50 di atas, ungkapan iblis itu hanya satu. Sedangkan, yang banyak itu adalah anak buahnya yaitu setan. Iblis bersumpah untuk menyesatkan manusia dengan tentara setannya dan sumpah ini dikabulkan oleh Allah, sehingga ia akan terus ada hingga nantinya kiamat kelak, sehingga tidak bisa mati.

Setan yang melewati batas alamnya relatif mudah untuk dihadapi oleh manusia, begitu pula bila manusia yang sudah memasuki alam ghaib, maka susah untuk mempertahankan diri. Perbedaan antara dua dunia ini dapat dianalogikan dengan ikan yang berada di luar habitat airnya. Apabila tidak berada di habitatnya sendiri, maka ikan menjadi lemah tak berdaya. Hal ini yang dapat terjadi pada jin dan manusia apabila melewati batas antara dua dunia.
Dalam Q. S. Al An’am : 112, “Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” Maka, jelaslah apabila ada jin setan yang membisikkan was-was sebagaimana juga disebutkan dalam Q. S. An Naas bahwa ada setan berupa jin dan manusia yang membuat manusia was-was.

Roh gentayangan
Roh gentayangan itu sebenarnya tidak ada karena tidak ada ruh yang bebas berkeliaran setelah jasadnya wafat. Pada ayat Q. S. 23 : 99-100, “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang Telah Aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja…”, sudah jelas bahwa segala sesuatunya sudah terputus bagi seorang manusia yang telah meninggal. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits bahwa jika anak cucu Adam meninggal, terputus amalnya, kecuali tiga perkara yaitu amal jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak shaleh. Sehingga, apabila masih ada semacam makhluk menyerupai orang yang meninggal tadi dan mengganggu yang masih hidup, maka kejadian ini sangat tertolak dengan hadits sebelumnya. Pada Q. S. Al Muthaffifin juga menyebutkan bahwa ruh orang yang baik maupun buruk sudah terkekang dalam alamnya sendiri. Bisa jadi sebenarnya yang tampak seperti orang yang meninggal itu adalah setan atau qarin yang selalu mendampingi orang tersebut selama hidup. Apabila ada penampakan roh gentayangan yang mengganggu dan berusaha menggoyahkan aqidah, maka bukan berarti roh tersebut tertolak oleh Allah dan dikembalikan ke dunia karena hal ini tidak mungkin terjadi.

Imam Mujahid ketika menafsirkan kalimat barzakh, beliau mengatakan, “itu adalah pembatas antara kematian dengan alam dunia”. Sehingga, selesailah sudah urusan orang yang meninggal. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan jangan juga berdoa mengharap kematian. Karena apabila engkau meninggal maka terputuslah amalnya. Sesungguhnya tidaklah bertambah umur seorang muslim melainkan untuk kebaikan.” (H. R. Muslim) Sehingga sudah jelas sekali bahwa roh tidak bisa kembali dan membuat onar walaupun dulu sewaktu di dunia memang suka mengacaukan sekitarnya. Setan yang memanfaatkan momen tersebut untuk mengganggu manusia.

Khodam
Khodam secara harfiah berarti pembantu. Istilah khodam dikenal di masyarakat dengan adanya kabar tentang kiai yang mempunyai khodam berupa malaikat. Pada Q. S. 66 :6 disebutkan bahwa, ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Dari firman ini, maka tersirat bahwa malaikat tidak mungkin tunduk kepada manusia. Sehingga, patut dipertanyakan ibadah seperti apa yang menjadikan malaikat tunduk kepada manusia. Kalau pun ada kelebihan tidak wajar yang dimiliki oleh para ahli ibadah itu, maka perlu diteliti apakah memang ibadahnya sesuai syar’i atau tidak. Bisa jadi memang kelebihan itu menjadi karomah yang diberikan Allah, tetapi karomah tidak mungkin muncul berulang-ulang, dan orang yang mendapatkannya juga tidak merasakan sebagaimana mukjizat nabi dan rasul yang hanya bisa terjadi atas kehendak Allah pada waktu-waktu tertentu. Kalau pun ada kisah malaikat yang hendak memberikan perlindungan kepada Rasul, hal ini bukan berarti malaikat tunduk pada Rasul, melainkan hal tersebut atas kehendak Allah.

Bisa jadi juga bahwa ada jin yang mengaku sebagai malaikat yang mau menjadi khodam seseorang. Akan tetapi, untuk menentukan jin itu muslim atau tidak bukanlah hal yang mudah. Karena sebagaimana kisah Abu Hurairah ada juga setan yang hafal ayat kursi. Hal ini berarti bahwa tidak serta merta jin yang bisa membaca Al Qur’an dan berbahasa Arab itu muslim sebagaimana layaknya manusia kafir yang juga masih bisa membaca dan mengucapkan sesuatu dengan bahasa Arab. Satu hal yang jelas dari sifat jin muslim adalah dirinya tidak akan mau tunduk kepada manusia karena pada hakikatnya mereka dan manusia adalah sama seperti yang disebutkan dalam Q. S. Adz Dzariyat : 56.

Jin yang mengaku khodam itu biasanya merupakan jin yang munafik. Jin tersebut juga akan meminta hal yang aneh-aneh dalam pengakuannya itu dengan pengelabuan seperti tapabroto, patigeni, dan lainnya. Bisa juga dalam  permintaan semacam ibadah yang tidak wajar, seperti dzikir yang berlebihan dan hal janggal lainnya.

Share this product :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Dukun Tobat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger