Apa Itu Jahmiyyah?
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTqv66qRM7ztDDyzuq0w_tpXsWBIKByKG_uGU50wlgPsr4Kz5w7bWpP_zWf6IEVa3kzI3ugP_sCw2bXFkUOWfaCj3hPcpUK5ZoQzvbtL6-6Yz3OnmgunkjPUAZkh6YKMtbatyCVaeg4Xn9QL0R6xopShcvaYlTHrtXZGKv5s4pH_XegSWKbxGYEDNiag/s72-c/IMG_5866.jpg
A. SEJARAH JAHMIYAH ?
Para ulama menyebutkan bahwa Ja’d bin Dirham merupakan pencetus dan
penebar embrio pertama pemikiran Jahmiyah yang kemudian digulirkan
oleh Jahm bin Shafwan, sehingga pemikiran tersebut dinisbatkan
kepadanya. Menurut salah satu riwayat bahwa Ja’d mengambil pemikiran
dari Aban bin Sam’an, dan Aban mengambil dari Thalut anak saudara
perempuan Lubaid bin al-A’sham, seorang Yahudi yang pernah menyihir
Nabi. Lihat al-Milal wan Nihal, (173) karya as-Sahrastani, al-Farqu
baina al-Firaq, hal.194 oleh al-Baghdadi dan Thabaqah al-Hanabilah
(1/32) karya Ibnu Abu Ya’la, dan Maqalaat Islamiyyah (1/312).
B. KENAPA JAHMIYAH DIKATAKAN SESAT ?
Jahm bin Shafwan bisa dianggap penebar kesesatan kawakan, karena ia
telah menghimpun tiga kebid’ahan yang sangat buruk dan berbahaya
disamping beberapa bid’ah yang lain :
Pertama : Bid’ah Ya’thil yaitu peniadaan
sifat-sifat Allah dan menyangka bahwa Allah tidak bisa disifati dengan
sifat apa pun, karena pemberian sifat bisa mengakibatkan penyerupaan
dengan makhluk-NyaAr-Radd ‘alaa Jahmiyyah, hal.17 karya Imam ad-Darimi,
dan Majmuu’ Fataawaa (5/20)
Kedua : Bid’ah Jabr yaitu pernyataan bahwa menusia
tidak mempunyai kemampuan dan daya upaya sama sekali bahkan semua
kehendaknya muncul dalam keadaan dipaksa oleh kehendal Allah, maka ia
menganggap perbuatan manusia dinisbatkan kepadanya hanya sekedar
metaforaMaqalaat Islamiyyin al-Asy’ari (1/312)
Ketiga: Bid’ah Irja’ bahwa iman cukup hanya dengan
ma’rifat, barang siapa yang inkar di lisan maka hal tersebut tidak
membuatnya kafir sebab ilmu dan ma’rifat tidak bisa lenyap karena
ingkar, dan keimanan tidak berkurang dan semua hamba setara dalam
keimanannya serta iman dan kufur hanya dalam hati tidak dalam
perbuatan. Maqalaat Islamiyyin (1/312)]
Asy-Syaikh ‘Abdul-Qadiir Al-Jiilaaniy rahimahullah (wafat 561 H) berkata dalam menjelaskan tentang Jahmiyah, dalam kitab Al-Ghun-yah li-Thaalibiy Thariiqil-Haqq (1/128; Daar Ihyaa At-Turaats, Cet. 1/1416) :
“Pasal : Adapun Jahmiyyah, maka ia dinisbatkan pada Jahm bin Shafwaan dimana ia berkata :
1. Iman adalah hanyalah ma’rifah kepada Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh apa yang datang di sisinya;
2. Al-Qur’an adalah makhluq;
3. Allah tidak pernah berbicara kepada Musa (secara langsung);
4. Allah ta’ala tidak pernah berfirman (= menafikkan sifat kalaam – );
5. Allah tidak bisa dilihat;
6. Allah tidak diketahui mempunyai tempat tertentu;
7. Allah tidak mempunyai ‘Arsy dan Kursiy, dan Ia tidak berada di atas ‘Arsy;
8. Mengingkari adanya mawaaziin (timbangan-timbangan) amal (di akhirat);
9. Mengingkari adzab qubur;
10. Surga dan neraka telah diciptakan yang memiliki sifat fana (tidak kekal);
11. Allah ‘azza wa jalla tidak akan berbicara kepada makhluk-Nya dan tidak akan melihat mereka di hari kiamat;
12. Penduduk surga tidak akan (bisa) melihat Allah ta’ala dan tidak pula melihatnya di surga;
13. Iman itu cukup dengan ma’rifatul-qalb tanpa pengikraran dengan lisan; dan
14. Mengingkari seluruh sifat-sifat Al-Haqq (Allah) ‘azza wa jallaa” [selesai].
C. PENDAPAT PARA IMAM/ULAMA AHLUSSUNNAH,
Jahmiyah sesat, bahkan ada ulama yang mengkafirkan.
Banyak ulama dari dulu hingga sekarang yang membuat bantahan terhadap Jahmiyyah. Diantaranya kitab “Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah” (Bantahan Terhadap Jahmiyyah) seperti yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, Ibnu Mandah, Ibnu Baththah dan lain sebagainya.
Sungguh benar Imam Ibnu Qayyim rahimahullah yang telah berkata:
“Pertempuran antara ahli hadits dengan kelompok
Jahmiyyah lebih dahsyat daripada pertempuran antara pasukan kafir
dengan pasukan Islam”.
Berikut perkataan ulama tentang jahmiyah :
1. Abdullah bin Mubarak mengatakan, “Saya menukil
ucapan orang Yahudi dan Nasrani lebih aku senangi daripada aku menukil
ucapan Jahmiyah. Dan kebanyakan dalam firqah Islam, bahkan Abdullah
bin Mubarak menyatakan kekafiran Jahmiyah”.[ Lihat al-Milal wa Nihal
(1/134) karya as-Sahratani, dan Maqalaat Islamiyyin (1/198) karya
al-Asy’ari.
2. Imam Syafii berkata terhadap Hafsh al Fard yang
ketika mengatakan bahwa al Qur’an itu makhluk maka Syafii berkata,
“Engkau telah kafir terhadap Allah” sebagaimana nukilan Lalikai dalam
Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah? Demikian vonis kafir yang diberikan
kepada al Jahm bin Shofwan, Bisyr al Marisi, an Nazham dan Abu Hudzail
al ‘Allaf sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Baththah dalam al
Ibanah al Shughra.
Asy-Syaafi’iy berkata : ‘Barangsiapa yang
berkata lafadhku dengan Al-Qur’an atau Al-Qur’an dengan lafadhku adalah
makhluk, maka ia seorang Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah)” [I’tiqaad Asy-Syaafi’iy oleh Al-Hakkaariy, hal. 23, tahqiq : Al-Barraak].
3. Adz Dzahabi dalam kitabnya Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil
Ghoffar membawakan berbagai perkataan ulama masa silam yang
jelas-jelas menyatakan bahayanya pemikiran Jahmiyah
4. Sufyan As-Tsauri mengatakan, Al-Quran kalamullah,
barang siapa mengatakan ia mahluk maka sungguh kafir dan barang siapa
ragu akan kekafirannya maka ia kafir(juga). Imam Ahmad berkata,
Barang siapa yang mengatakan Al-Quran mahluk maka ia menurut kami
kafir karena al-Quran bersumber dari Allah dan di dalamnya terdapat
nama Allah azza wa jalla.
5. Imam ad-Darimi menuliskan dalam kitabnya ar-Rad
aal Jahmiyah (Membantah Jahmiyah) satu bab husus yang membahas
kekafiran Jahmiyah. Beliau menerangkan, Bab Pengambilan dalil Untuk
Mengafirkan Jahmiyah, kemudian beliau berkata di bawahnya, Di Baghdad,
seorang laki-laki mendebatku dalam rangka membela golongan Jahmiyah.
Ia bertanya, Ayat apa yang Anda jadikan dasar untuk mengafirkan
Jahmiyah, padahal kita dilarang mengafirkan ahli kiblat(Orang yang
masih shalat), apakah dengan kitab yang dapat berbicara Anda
mengafirkan mereka? Atau dengan dengan hadits? Atau dengan ijma? Maka
aku jawab, Jahmiyah menurut pendapat Kami bukanlah ahli kiblat, dan
kami tidaklah mengafirkan mereka kecuali dengan kitab yang tertulis,
atsar yang masyhur dan kekafiran mereka telah masyhur kemudian beliau
merinci dalil-dalil yang mengafirkan mereka
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah meriwatyatkan,
sebagian besar ulama mengafirkan Jahmiyah. Beliau berkata, Dan yang
terkenal dari madzhab Imam Ahmad dan mayoritas ulama sunnah adalah
mengafirkan Jahmiyah. Merekalah yang menolak sifat-sfat Allah dan
ucapan mereka sangat jelas menentang apa yang dibawa rasululah.
7. Ibnul Qoyyim dalam syair Nuniyahnya mengatakan :
Sungguh limapuluh dari puluhan ulama telah mengafirkan mereka di
berbagai negeri Al-Imam Al-Likai meriwaytkan dari mereka bahkan
sebelumnya sudah ada yang mendahuluinya, at-Tahabrani.
8. Al-Baijuriy – seorang pembesar madzhab Asy’ariyyah – dalam kitab Hasyiyyah Al-Baijuriy ‘alaa Jauharit-Tauhiid dalam permasalahan yang sama. Ia berkata :
“Madzhab Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah menyatakan bahwa Al-Qur’an dengan makna al-kalaamun-nafsiy (yaitu : yang berasal dari diri Allah ta’ala)
bukanlah makhluk. Adapun Al-Qur’aan dengan makna lafadh yang kita
baca, maka ia adalah makhluk. Akan tetapi terlarang untuk dikatakan :
Al-Qur’an adalah makhluk – yang dimaksudkan dengannya adalah lafadh
yang kita baca, kecuali dalam konteks pengajaran. Karena, perkataan
tersebut bisa disalahartikan bahwa Al-Qur’an dengan makna kalam-Nya ta’ala (al-kalaamun-nafsiy –) adalah makhluk. Dengan alasan itulah para imam melarang terhadap perkataan Al-Qur’an adalah makhluk” [hal. 160].
D. ANAK CUCU JAHMIYAH :
Diantara sekte yang mengusung faham jahmiyah adalah mu’tazilah, Asy-Ariyah, Qodariyah dan yang sependapat dengan mereka.
E KESIMPULANNYA,
Jahmiyyah, mereka dalam masalah tauhid adalah menolak sifat-sifat
Allah. Sedangkan madzhab mereka dalam masalah takdir adalah menganut
paham Jabriyah. Paham Jabriyah menganggap bahwa manusia adalah makhluk
yang terpaksa dan tidak memiliki pilihan dalam mengerjakan kebaikan
dan keburukan. Adapun dalam masalah keimanan madzhab mereka adalah
menganut paham Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan
pengakuan hati tanpa harus diikuti dengan ucapan dan amalan. Sehingga
konsekuensi dari pendapat mereka ialah pelaku dosa besar adalah seorang
mukmin yang sempurna imannya. Wallahul musta’an.
Maka berhati-hatilah kita akan subhat mereka, kita berdo’a semoga kita diselamatkan dari akidah sesat, amiin.
Disingkat dari :
Posting Komentar